Saatnya Kita Belajar Bahasa Inggris

Blog ini berisi materi Bahasa Inggris untuk tingkatan SMP

Listening and Speaking

Pada blog ini terdapat materi untuk kemampuan mendengar dan bercakap Bahasa Inggris

Simple Present Continuous Tense

Salah satu materi pada blog ini ialah tentang Simple Present Continuous Tense

Minggu, 20 Oktober 2024

I'm so Busy



I am so busy at the moment and I don’t know when it’s going to stop. Since I've moved to this city, it seems days run so fast. I'm preparing for my children's school stuff. I'm cooking in the morning before they wake up. I’m going to school. After schooling time, I’m picking up my children from their school. I’m teaching my son to read “iqra” in the evening.


I was also busy in the last few weeks. My children were sick so that I couldn't do houseworks. Beside that, I had to prepare for students' mid semester examination. I wrote some questions and prepared it for two grades.

Next week will also be very hectic. We're interviewing 120 students for knowing their English speaking skill. We're preparing for the process. We're printing the ID cards and so on. We are also having activities to commemorate language month (Bulan Bahasa). Urgh. There are many things should be prepared.

Do you want to be busier or less busy? Actually, I like to spend the time meaningfully but it’s really hectic days. I'd like to be less busy right now. I can accompany my children. I have spare time, me time, family quality time. I think my life will be more relax if I decrease my activities. Another choice is I should have an assistance/servant.

Jumat, 15 Maret 2024

Jurnal refleksi dwi mingguan modul 3.3: Pengelolaan Program Yang Berdampak Positif Pada Murid

 

Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 3.3

Pada kesempatan ini saya akan menulis mengenai Jurnal Refleksi Dwi Mingguan pada modul 3.3 tentang Pengelolaan Program Yang Berdampak Positif Pada Murid. Jurnal ini sebagai refleksi diri setelah selama dua minggu mengikuti kegiatan Pendidikan CGP.

Dalam menulis jurnal refleksi ini saya menggunakan model 1 yaitu model 4F (Fact, Feeling, Findings, dan Future, yang diprakarsai oleh Dr. Roger Greenaway. 4F dapat diterjemahkan menjadi 4P yakni: Peristiwa; Perasaan; Pembelajaran; dan Penerapan.

 

Fact (Peristiwa)

Modul 3.3, sebagai modul penutup dalam Pendidikan Guru Penggerak, mengikuti pola yang telah ada sebelumnya dengan mengikuti alur MERDEKA, yang dimulai dari tahap "Mulai dari Diri." Dalam tahap ini, CGP diperkenalkan dengan pertanyaan awal mengenai program yang berdampak pada murid dan hubungannya dengan student agency. Modul kemudian membahas cara menyusun program yang memberikan dampak positif pada murid serta bagaimana meningkatkan student agency dengan mempertimbangkan aspek-aspek penting seperti suara, pilihan, dan kepemilikan. Selain itu, modul juga mengupas isu tentang lingkungan yang mendukung perkembangan kepemimpinan murid dan keterlibatan komunitas dalam memfasilitasi perkembangan ini. Pada forum diskusi eksplorasi konsep, beberapa CGP berbagi pengalaman mereka terkait program-program yang telah dijalankan di sekolah mereka yang berdampak positif pada murid, sementara yang lain memberikan umpan balik dan diskusi terkait hal tersebut.

 




                       

Perasaan (Feeling)

Minggu kedua dalam PGP angkatan 9 ini menciptakan perasaan campuran yang penuh emosi. Kehadiran modul terakhir dalam program ini memberikan kebahagiaan, meskipun tugas-tugas yang menantang telah diselesaikan dengan sukses dan beberapa tugas yang terlambat akhirnya selesai di waktu yang sesuai. Saya merasa bersyukur karena masih memiliki kesehatan dan kesempatan untuk mencapai tahap ini, yaitu menyelesaikan modul 3.3 dan terlibat dalam eksplorasi konsep serta sesi diskusi di Ruang Kolaborasi. Dengan PGP, saya bertekad untuk menerapkan ilmu yang saya peroleh di sekolah tempat saya mengajar. Kolaborasi dengan rekan guru lainnya diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi murid-murid di sekolah kami.

Namun, terdapat juga perasaan sedih dalam minggu terakhir ini, karena kami telah menyelesaikan sesi Ruang Kolaborasi dengan Fasilitator. Meskipun kami belum pernah bertemu langsung secara personal dengan Ibu Muliati, saya merasa sangat terhubung dengan beliau melalui ilmu-ilmu yang telah beliau bagikan, terutama yang terkait dengan materi di LMS. Saya telah menerima banyak bantuan dan dukungan dari beliau selama PGP ini. Selama perjalanan ini, saya mengakui banyak kekurangan saya, termasuk masalah jaringan yang tidak selalu mendukung dan tugas-tugas yang kurang sempurna. Fasilitator selalu memberikan pengingat dan bantuan yang sangat berarti bagi saya. Melalui jurnal ini, saya ingin mengungkapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Dra. Muliati atas segala kebaikan, bantuan dan dukungan beliau.

 

Pembelajaran (Findings)

Modul 3.3 telah memperluas wawasan saya dalam merencanakan dan merancang kegiatan yang berpotensi memberikan dampak positif pada murid. Tujuannya adalah untuk mengembangkan kepemimpinan murid atau student agency. Untuk mencapai dampak positif ini, penting untuk mempertimbangkan aspek-aspek seperti suara (voice) dan pilihan (choice) yang dimiliki oleh murid, sehingga mereka dapat merasa memiliki (ownership) terhadap kegiatan tersebut.

Dalam perancangan program yang akan memberikan dampak positif pada murid, tahap awal yang penting adalah melakukan pemetaan aset atau sumber daya yang dimiliki oleh sekolah secara cermat. Dengan langkah ini, program dapat dioptimalkan dengan lebih baik, mengurangi hambatan yang mungkin timbul, dan berkontribusi pada pencapaian visi dan misi sekolah. Pemetaan aset adalah langkah penting dalam memastikan kesuksesan program yang berfokus pada murid.

 

Penerapan (Future)

Rencana kedepannya yang akan saya lakukan adalah saya akan melakukan kolaborasi dengan rekan dan murid-murid saya di sekolah, berbagi ilmu dan secara bersama-sama untuk merancang program atau kegiatan yang dapat menumbuhkan kepemimpinan murid dengan mendengarkan suara (voice) dan pilihan (choice) mereka. Sehingga program tersebut dapat berdampak bagi murid dan menumbuhkan rasa memiliki pada diri murid terhadap apa yang sudah dirancang secara bersama-sama.

 

 

Minggu, 25 Februari 2024

Jurnal Refleksi Modul 3.2 ~Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya

 

Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 3.2

Modul "Pemimpin dalam pengelolaan Sumber Daya" mulai di pelajari pada 15 Februari 2024 oleh CPG angkatan 9 Program Pendidikan Guru Penggerak. Sebagai pemenuhan tugas pembuatan jurnal refleksi kali ini saya menggunakan model F4 yang dikembangkan oleh Dr. Roger Greenaway (Facts, Feelings, Findings, Future)

 

1. Peristiwa (Facts)

Pada tanggal 15 Februari 2024  CGP mempelajari Mulai dari diri sebagai alur awal MERDEKA dikerjakan melalui moda mandiri dengan mengingat kembali faktor-faktor yang mempengaruhi ekosistem sekolah dan peran pemimpin dalam pengelolaan sumber daya. Pada sesi ini saya diwajibkan untuk memberikan respon terhadap beberapa pertanyaan untuk melihat sejauh mana pengetahuan saya sebagai peserta program tentang materi kali ini.

Pada tanggal 16 Februari 2024  kegiatan berikutnya yakni Eksplorasi konsep memberikan kesempatan pada saya dalam melakukan eksplorasi mandiri dengan menelaah konsep dasar tentang sekolah sebagai ekosistem, Pedekatan Berbasis Kekurangan dan Pendekatan Berbasis Aset, Sejarah singkat Pendekatan Asser-Based Comunnity Development, dan aset-aset dalam sebuah komunitas. Di sesi pembelajaran ini, CGP juga diminta untuk menjawab beberapa pertanyaan pemantik yang nantinya akan diduskusikan pada forum diskusi.

Pada tanggal 19 Februari 2024  Ruang Kolaborasi modul 3.2 di forum diskusi 1 telah dihadiri oleh CGP. Bersama CGP lain dalam pengelompokkan kelompok serta didampingi Ibu Fasilitator, CGP diminta untuk dapat mengidentifikasi berbagai sumber daya di daerah untuk sekolahnya dan strategi pemanfaatannya secara efektif. Pemetaan aset di daerah sekolah nantinya akan dipersentasikan kepada kelompok lain pada ruang kolaborasi sesi 2 di modul 3.2.

Pada tanggal 20 Februari 2024  masuk pada Ruang kolaborasi 2 untuk kegiatan presentasi tiap kelompok. Kali ini saya masuk dalam kelompok 3 bersama dengan rekan-rekan sejawat di CGP Angkatan 9 yang berada di satu wilayah yang sama, yaitu Ranah Batahan. Pada presentasi ini kelompok saya mengidentifikasi asset dan pemanfaatan di wilayah Ranah Batahan, Kab. Pasanman Barat. Pada tanggal 26 Februari 2024  masuk di Elaborasi Pemahaman bersama instruktur dengan adanya elaborasi pemahaman ini semakin kuat pemahaman saya tentang pengelolaan sumber daya.

 

2. Perasaan (Feelings)

Dalam sesi pembelajaran ini, saya merasa sangat gembira karena saya telah memperoleh pengetahuan baru yang terkait dengan materi dari modul ini. Pengetahuan ini membuka mata saya terhadap potensi sumber daya yang ada di sekitar lingkungan sekolah saya, dan saya merasa termotivasi untuk melakukan pemetaan komprehensif terhadap semua aset tersebut agar dapat dimanfaatkan secara efektif. Selain itu, saya merasa tertantang untuk berbagi pengetahuan ini dengan rekan sejawat di sekolah agar mereka juga dapat mengadopsi pendekatan PKBA (Pengembangan Komunitas Berbasis Aset) dalam upaya menemukan aspek positif dalam kehidupan sekolah dan mengoptimalkannya. Dengan demikian, kami bisa menciptakan lingkungan pembelajaran yang lebih berdaya dan bermanfaat bagi peserta didik.

3. Pembelajaran (Findings)

Sesi pembelajaran Ruang Kolaborasi Sesi 1 pada modul ini telah memberikan banyak pelajaran berharga. Saya belajar untuk fokus pada aspek positif dalam pengambilan keputusan dan perencanaan berdasarkan kekuatan, inspirasi, serta potensi yang ada. Modul ini mendorong perubahan paradigma dari pola pikir yang seringkali bersifat defisit, di mana kita cenderung melihat permasalahan dan kekurangan terlebih dahulu (Deficit Based Thinking). Ini adalah langkah yang sangat positif untuk mengembangkan pendekatan yang lebih proaktif dan membangun pada aset yang ada di sekitar kita. Saya merasa sangat termotivasi untuk menerapkan prinsip-prinsip ini dalam praktik pengambilan keputusan dan pengelolaan program di sekolah.

Dalam modul ini, CGP mendalami konsep sekolah sebagai ekosistem, di mana terdapat interaksi antara unsur biotik (unsur yang hidup seperti murid, guru, kepala sekolah, staf/tenaga kependidikan, pengawas sekolah, orangtua murid/wali, dan masyarakat sekitar sekolah) dan unsur abiotik (unsur yang tidak hidup seperti keuangan, sarana, dan prasarana). Dengan pemahaman ini, CGP menyadari bahwa sekolah bukanlah entitas yang berdiri sendiri, tetapi terhubung erat dengan lingkungan sekitarnya. Hal ini membuka peluang untuk memanfaatkan semua sumber daya yang ada dalam dan di sekitar sekolah secara lebih efektif dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan.

Pembelajaran di modul ini juga memberi kesempatan untuk dapat membedakan tujuh aset utama yang dimiliki oleh lingkungan sekolah meliputi modal manusia, modal sosial, modal fisik, modal lingkungan/alam, modal finansial, modal politik dan modal agama dan budaya. Dengan mengetahui aset-aset dalam komunitas, maka kita diharapkan memiliki strategi dalam pemanfaatannya sehingga pada akhirnya kita memiliki karakteristik komunitas yang sehat dan resilen.

 

4. Penerapan (Future)

Dengan pemahaman yang diperoleh dari modul ini, harapannya CGP dapat mengadopsi pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (Asset-Based Community Development/ABCD) dengan mengubah pola pikir (mindset) dan sikap positif sebagai langkah awal. Implementasi modul ini diharapkan mampu membantu sekolah dalam membangun ekosistem yang merangsang pertumbuhan dan perkembangan murid, sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila. Kita perlu ingat bahwa cara sekolah memandang ekosistemnya sangat memengaruhi keberhasilan proses pembelajaran. Dengan demikian, penggunaan ABCD dapat membuka potensi positif di lingkungan sekolah, menjadikan aset dan sumber daya yang ada sebagai dasar pengembangan pendidikan yang lebih efektif dan inklusif.

Senin, 12 Februari 2024

Koneksi Antar Materi Modul 3.1~Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan

 1. Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin?

Filosofi Ki Hajar Dewantara dan Pratap Triloka memiliki dampak signifikan pada cara seorang guru, sebagai pemimpin pembelajaran, membuat keputusan. Semboyan yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara, yang masih relevan hingga saat ini, mengarahkan pendidik untuk mengambil peran sebagai teladan (Ing Ngarso Sung Tulodho), memberikan dorongan, semangat, dan motivasi (Ing Madya Mangunkarsa), serta memberikan dukungan dari belakang (Tut Wuri Handayani) kepada murid-muridnya. Artinya, seorang guru harus memberikan contoh yang baik, memberikan semangat dari tengah, dan memberikan dukungan dari belakang guna memajukan perkembangan murid. 

Semboyan ini memiliki makna yang mendalam yang dapat menjadi pedoman dalam pengambilan setiap keputusan, yang selalu berorientasi pada kesejahteraan murid, dengan tujuan menjadikan mereka generasi cerdas dan berbudi pekerti, sesuai dengan prinsip pelajar Pancasila. Hal ini dapat diimplementasikan dalam proses pembelajaran di sekolah, dengan tidak hanya fokus pada materi kurikulum, tetapi juga dengan cara yang eksplisit mentransfer nilai-nilai moral kepada murid dalam setiap pengambilan keputusan. Proses pengambilan keputusan yang dilakukan dengan tanggung jawab.

 

2. Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Perilaku seseorang sering mencerminkan nilai-nilai yang melekat dalam dirinya, dan ini juga mempengaruhi prinsip-prinsip yang mereka ikuti saat membuat keputusan. Dalam proses pengambilan keputusan yang bertanggung jawab, kualitas kesadaran diri (self-awareness), kemampuan mengelola diri (self-management), pemahaman terhadap aspek sosial (social awareness), dan keterampilan berinteraksi sosial (relationship skills) sangat mendukung dalam menerapkan prinsip "Tut wuri handayani." Seorang pendidik dapat mendorong semua anggota sekolah, baik secara moral maupun materi, dengan nilai-nilai moral yang mereka anut akan tercermin dalam setiap keputusan yang mereka ambil, termasuk nilai-nilai seperti kejujuran dan integritas yang tercermin dalam tindakan dan kebijakan mereka.

 

3. Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan coaching (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil? 

Apakah pengambilan keputusan ini telah efektif, dan apakah masih ada pertanyaan dalam pikiran kita terkait keputusan tersebut? Sesuai dengan pembahasan sebelumnya, kita dapat melihat bahwa dalam menghadapi berbagai masalah yang memerlukan pengambilan keputusan, langkah-langkah yang mengikuti prinsip tertentu sangat penting. Terutama dalam keputusan strategis yang sangat berpengaruh terhadap masa depan organisasi. Salah satu faktor kunci dalam proses pengambilan keputusan adalah kemampuan coaching. Sebagai pendidik, guru harus memiliki keterampilan coaching.

Selama proses pembelajaran, pendampingan dalam menguji pengambilan keputusan melalui kegiatan coaching yang dilakukan oleh fasilitator sangat efektif dalam membantu pemahaman. Ada beberapa contoh praktik coaching yang dapat memberikan gambaran lengkap untuk diterapkan di sekolah. Keputusan yang diambil dengan menggunakan teknik coaching yang didasarkan pada etika dan nilai-nilai kebajikan, serta sejalan dengan visi dan misi sekolah yang berfokus pada kesejahteraan murid dan menciptakan budaya positif di lingkungan sekolah. Teknik coaching ini dilakukan dengan prinsip kesetaraan, sehingga tidak terasa menggurui tetapi malah menciptakan kenyamanan. Ini memungkinkan coach untuk mengidentifikasi masalah dan mengajukan pertanyaan berbobot kepada coachee. Di sisi lain, coachee merasa nyaman untuk berbicara tentang kendala dan bersama-sama menemukan solusi yang sesuai. Semua ini berkat kemampuan coach sebagai pendengar yang baik dalam membantu mengurai masalah melalui pertanyaan-pertanyaan yang relevan. Dengan bantuan coaching, guru dapat mengatasi masalah yang dihadapi oleh siswa dalam proses pembelajaran. Sebagai seorang coach yang baik, guru memiliki harapan yang tinggi terhadap kemajuan siswa, dan ini mendorong siswa untuk memenuhi tugas dan kewajiban mereka di sekolah dengan baik.

 

4. Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika?

Keterampilan guru dalam mengelola dan memahami aspek sosial emosional memiliki dampak yang signifikan dalam proses pengambilan keputusan. Dalam setiap pengambilan keputusan, penting untuk memastikan bahwa keputusan tersebut didasarkan pada nilai-nilai kebajikan dan mematuhi regulasi yang berlaku, dengan mengikuti pedoman 9 langkah pengambilan keputusan. Dengan memanfaatkan dasar-dasar ini, kita dapat melakukan analisis yang memungkinkan kita untuk membedakan antara dilema etika dan bujukan moral.

Kesadaran sosial emosional seseorang membantu kita untuk mengembangkan empati dan simpati, yang memungkinkan kita untuk lebih memahami perasaan dan pengalaman orang lain. Ini memungkinkan kita untuk lebih bijaksana dalam mengidentifikasi masalah dan membuat keputusan yang tepat saat diperlukan. Sebagai seorang guru yang juga berperan sebagai pemimpin pembelajaran, penting untuk selalu mempertimbangkan kesejahteraan siswa dalam setiap keputusan yang diambil. Ini melibatkan pertimbangan etika dan nilai-nilai kebajikan yang didasarkan pada empat paradigma yaitu individu vs. masyarakat, rasa keadilan vs. rasa kasihan, kebenaran vs. kesetiaan, dan jangka pendek vs. jangka panjang. Selain itu, ada tiga prinsip yang perlu diperhatikan, yaitu prinsip berbasis hasil akhir, prinsip berbasis peraturan, dan prinsip berbasis rasa peduli dalam pengambilan keputusan. Serta dilakukan dengan 9 langkah yaitu:

a. Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan

b. Menentukan siapa saja yang terlibat

c. Mengumpulkan fakta-fakta yang relevan

d. Pengujian benar atau salah yang didalamnya terdapat uji legal, uji regulasi, uji intuisi, uji halaman depan koran, uji keputusan panutan/idola

e. Pengujian paradigma benar lawan benar

f. Prinsip Pengambilan Keputusan

g. Investigasi Opsi Trilemma

h. Buat Keputusan

i. Tinjau lagi keputusan Anda dan refleksikan

 

 

5. Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?

Pembahasan studi kasus yang menyoroti masalah moral atau etika memiliki manfaat signifikan dalam mengembangkan empati dan simpati seorang pendidik. Pendidik yang telah terlatih dalam hal ini akan memiliki kemampuan yang baik dalam merasakan dan memahami perasaan orang lain. Kemampuan ini memungkinkan mereka untuk mengidentifikasi dan memahami paradigma dilema etika, yang pada gilirannya akan membantu mereka dalam mengambil keputusan yang lebih bijak sebagai pemimpin pembelajaran.

Dalam pengambilan keputusan, prinsip-prinsip yang mengutamakan kepentingan siswa harus selalu dipegang teguh. Hal ini memastikan bahwa solusi yang ditemukan selalu berpihak pada siswa dan tujuan utama pendidikan. Pendidik yang terlatih dapat menganalisis situasi dari berbagai sudut pandang, memungkinkan mereka untuk dengan tepat mengidentifikasi apakah situasi tersebut merupakan dilema etika atau bujukan moral.

Ketika seorang pendidik dihadapkan pada masalah moral atau etika, nilai-nilai yang mereka anut akan memengaruhi keputusan yang diambil. Keputusan tersebut akan mencerminkan nilai-nilai yang mereka pegang. Jika nilai-nilai tersebut positif, maka keputusan yang diambil akan sesuai dengan norma, agama, dan moral yang berlaku. Sebaliknya, jika nilai-nilai yang mereka anut tidak sesuai dengan norma dan moral, maka keputusan yang diambil cenderung bermuara pada pandangan pribadi.

Selain itu, pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika juga melatih pendidik dalam mengasah ketajaman dan ketepatan dalam pengambilan keputusan. Mereka akan dapat dengan jelas membedakan antara dilema etika dan bujukan moral. Hasilnya adalah keputusan yang akurat, mampu memenuhi kebutuhan siswa, serta menciptakan lingkungan yang aman dan bahagia untuk semua pihak, dengan berlandaskan pada nilai-nilai kebenaran dan kebajikan.

 

6. Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Keputusan yang diambil dalam konteks pendidikan memiliki dampak yang signifikan pada pelaksanaan pembelajaran dan iklim sekolah secara keseluruhan. Oleh karena itu, penting bagi kita sebagai pendidik untuk selalu mempertimbangkan setiap keputusan dengan seksama, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Inti dari pengambilan keputusan yang efektif adalah memastikan bahwa kebijakan yang diambil selaras dengan nilai-nilai kebajikan, mengedepankan keteladanan, dan bijaksana, serta tidak melanggar norma yang berlaku.

Ketika keputusan-keputusan kita didasarkan pada prinsip-prinsip tersebut, kita dapat menciptakan lingkungan sekolah yang positif, kondusif, aman, dan nyaman bagi seluruh warga sekolah. Hal ini memiliki konsekuensi positif terutama dalam membantu murid-murid belajar dengan baik dan mengembangkan kompetensi mereka. Lingkungan yang mendukung akan memberikan ruang bagi siswa untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, sehingga mereka dapat mencapai potensi terbaik mereka dalam proses pembelajaran.

Selain itu, kebijakan yang didasarkan pada nilai-nilai kebajikan juga menciptakan budaya sekolah yang lebih positif dan harmonis. Ini membantu membangun hubungan yang kuat antara guru, murid, dan staf sekolah, sehingga semua pihak merasa terlibat dan memiliki tanggung jawab dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang bermutu. Dengan demikian, pengambilan keputusan yang berlandaskan pada nilai-nilai kebajikan adalah kunci untuk menciptakan pendidikan yang lebih baik dan berdampak positif pada masa depan siswa.

7. Apakah tantangan-tantangan di lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Dalam mengambil keputusan yang berlandaskan pada prinsip penyelesaian dilema, kita memiliki tiga pendekatan yang dapat diterapkan, yaitu Berpikir Berbasis Hasil Akhir, Berpikir Berbasis Peraturan, dan Berpikir Berbasis Rasa Peduli. Pemilihan pendekatan ini harus dilakukan dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi yang sedang dihadapi. Tentu saja, setiap keputusan akan selalu melibatkan sejumlah resiko, pro, dan kontra, dan inilah yang seringkali menjadi salah satu tantangan terbesar dalam menghadapi dilema etika. Salah satu tantangan yang seringkali muncul adalah perasaan tidak nyaman karena keputusan yang diambil tidak dapat memuaskan semua pihak yang terlibat. Meskipun demikian, dengan mengikuti langkah-langkah pengambilan keputusan yang cermat dan terencana, kita dapat meminimalkan perasaan tidak nyaman tersebut dan memastikan bahwa keputusan yang diambil dapat diterima oleh semua pihak yang terlibat.

Langkah-langkah pengambilan keputusan yang bijaksana menjadi panduan yang sangat berharga dalam menghadapi kasus-kasus dilema etika. Dengan menjalankan proses ini dengan teliti, kita dapat memastikan bahwa keputusan yang diambil merupakan hasil dari pertimbangan matang dan berdasarkan pada nilai-nilai kebajikan serta kaidah moral yang berlaku. Hal ini akan membantu menciptakan keputusan yang lebih dapat diterima dan mendukung terciptanya solusi yang paling baik dalam situasi yang kompleks.

 

8. Apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita? Bagaimana kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang berbeda-beda?

Dampak dari pengambilan keputusan yang mengarah pada pembebasan murid dalam proses belajar adalah terciptanya konsep belajar yang merdeka. Dengan pendekatan ini, murid diberi kebebasan untuk mengejar kesuksesan dan kebahagiaan sesuai dengan minat dan potensi mereka, tanpa adanya tekanan atau paksaan dari pihak manapun. Harapannya, murid-murid dapat mencapai kesuksesan dalam bidang yang mereka geluti, merasa bahagia karena sesuai dengan passion mereka, dan bertanggung jawab atas pilihan-pilihan yang mereka buat. Prinsip dasar di sini adalah bahwa setiap keputusan yang diambil harus mengutamakan kepentingan murid, sementara peran guru adalah memfasilitasi dan membantu mengembangkan bakat dan minat yang sudah ada.

Salah satu contoh nyata dari penerapan prinsip ini adalah dalam kurikulum merdeka. Materi pelajaran diintegrasikan menjadi satu kesatuan yang lebih mendalam dalam satu mata pelajaran. Pendekatan pembelajaran berdiferensiasi digunakan untuk mengakomodasi kebutuhan individual siswa sesuai dengan bakat dan keahlian mereka. Peran guru menjadi lebih sebagai fasilitator, dan proses pembelajaran lebih terfokus pada siswa dengan dukungan penerapan KSE, baik secara eksplisit maupun implisit, yang memperkuat peran guru dalam memfasilitasi dan mengasah keterampilan sosial emosional murid.

 

9. Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Setiap keputusan yang diambil oleh seorang pemimpin pembelajaran akan memiliki konsekuensi, baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek, terhadap perkembangan murid. Tindakan dan keputusan yang diambil akan menjadi contoh dan panduan bagi cara berpikir dan berperilaku murid di masa depan, terutama dalam menghadapi situasi yang memerlukan pengambilan keputusan di masyarakat. Dengan pemahaman ini, menjadi prinsip dasar bahwa pengambilan keputusan oleh seorang pendidik harus sesuai, benar, dan bijak, melalui proses analisis dan evaluasi yang mendalam untuk memastikan keputusan tersebut tidak menyesatkan murid.

Pengujian keputusan dilakukan melalui lima aspek uji, yaitu uji legalitas, uji kesesuaian dengan regulasi, uji pertimbangan intuisi, uji publikasi, dan uji panduan atau contoh yang patut diikuti. Melalui pengujian ini, keputusan yang diambil menjadi lebih akurat dan terpercaya, sehingga tidak akan memberikan arah yang salah bagi perkembangan dan pandangan murid-murid ke depannya.

 

10. Apakah kesimpulan akhir yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Kesimpulan dari pembelajaran ini adalah bahwa pengambilan keputusan adalah salah satu kompetensi penting yang harus dimiliki oleh seorang guru. Keputusan yang diambil oleh seorang guru memiliki dampak besar terhadap pola pikir dan karakter murid. Oleh karena itu, pengambilan keputusan harus berlandaskan pada filosofi Ki Hajar Dewantara dan nilai-nilai kebajikan. Hal ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan nyaman bagi murid. Proses pengambilan keputusan harus mengikuti alur BAGJA dan mematuhi sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil selalu berpihak kepada murid.

Sekolah berperan penting dalam membentuk karakter peserta didik dan melakukan transfer ilmu. Oleh karena itu, banyak kebijakan sekolah yang memerlukan pengambilan keputusan. Guru, sebagai pemimpin pembelajaran, harus mampu mengambil keputusan dengan bijak dan berdasarkan nilai-nilai kebajikan yang telah disepakati bersama. Tujuannya adalah menciptakan budaya positif dan lingkungan yang nyaman. Guru memiliki tanggung jawab untuk mengantarkan murid menjadi individu yang cerdas dan berkarakter sesuai dengan profil pelajar Pancasila. Dalam perjalanan menuju tujuan ini, mungkin akan ada dilema etika dan bujukan moral yang dihadapi. Oleh karena itu, panduan sembilan langkah dalam pengambilan keputusan dan pengujian sangat penting agar keputusan yang diambil selalu mengutamakan kepentingan murid. Salah satu aspek dari merdeka belajar adalah penerapan pembelajaran berdiferensiasi, yang memungkinkan memenuhi kebutuhan individual murid sesuai dengan bakat, minat, dan gaya belajar mereka.

 

11. Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal yang menurut Anda di luar dugaan?

Hal yang diluar dugaan saya adalah bahwa pengambilan keputusan melibatkan lebih dari sekadar pertimbangan logis. Paradigma, prinsip, dan langkah-langkah pengujian memainkan peran penting dalam memastikan keputusan yang diambil memiliki dampak positif dan sesuai dengan etika. Ini mengajarkan bahwa keputusan haruslah lebih dari sekadar pemikiran rasional; nilai-nilai dan pertimbangan etis harus menjadi panduan utama.

Di samping itu, keberanian adalah aspek yang tak terduga dalam pengambilan keputusan. Kadang-kadang, keputusan yang benar dan etis mungkin memerlukan keberanian untuk menghadapi konsekuensinya, bahkan jika itu berarti menghadapi tantangan atau kritik. Ini menunjukkan bahwa pengambilan keputusan bukan hanya tentang pemikiran, tetapi juga tentang kemauan untuk bertindak sesuai dengan apa yang kita yakini benar, bahkan jika itu memerlukan ketegasan dan komitmen terhadap nilai-nilai yang kita anut. Dengan begitu, pengambilan keputusan menjadi lebih kompleks dan mengedepankan integritas dan nilai-nilai yang kuat.

 

12. Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema? Bilamana pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul ini?

Sebelum menjalani pembelajaran modul ini, pengambilan keputusan dalam situasi dilema etika hanyalah mengandalkan pemikiran dan pertimbangan pribadi. Saya merasa cukup yakin dengan keputusan-keputusan yang saya buat selama itu sesuai dengan aturan dan tidak merugikan banyak orang. Namun, setelah mempelajari modul ini, pemahaman saya tentang pengambilan keputusan telah berkembang secara signifikan. Saya telah diperkenalkan dengan langkah-langkah yang lebih terstruktur dan berbasis paradigma serta prinsip-prinsip etika.

Modul ini telah memberi saya wawasan baru tentang bagaimana mengambil keputusan yang lebih tepat dalam konteks dilema etika. Saya belajar bagaimana paradigma dan prinsip-prinsip yang kuat dapat membimbing pengambilan keputusan yang lebih bijaksana dan etis. Praktik-praktik yang saya pelajari selama modul ini telah memperkaya keterampilan pengambilan keputusan saya dan memberikan kerangka kerja yang lebih kokoh untuk menghadapi situasi dilema etika di masa depan.

 

13. Bagaimana dampak mempelajari konsep ini buat Anda, perubahan  apa yang terjadi pada cara Anda dalam mengambil keputusan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran modul ini?

Konsep-konsep yang telah saya pelajari dalam modul ini telah memberikan dampak yang signifikan pada pola pikir saya seputar pengambilan keputusan. Sebelumnya, saya memiliki pandangan bahwa pengambilan keputusan yang baik hanya perlu mengacu pada regulasi dan pertimbangan sosial semata. Namun, modul ini telah membuka mata saya terhadap beragam faktor yang seharusnya menjadi dasar dalam pengambilan keputusan. Dalam konteks ini, terdapat empat paradigma dilema etika yang menggambarkan situasi yang sering kali rumit: individu versus kelompok (individual vs community), rasa keadilan versus rasa kasihan (justice vs mercy), kebenaran versus kesetiaan (truth vs loyalty), serta jangka pendek versus jangka panjang (short term vs long term). Semua paradigma ini didasarkan pada tiga prinsip dan terdiri dari sembilan langkah yang mendalam untuk pengambilan keputusan yang etis. 

Saya berkomitmen untuk mengimplementasikan landasan yang saya pelajari dalam setiap pengambilan keputusan saya, baik sebagai pemimpin pembelajaran maupun dalam perumusan kebijakan di sekolah dan komunitas praktisi. Dengan dasar-dasar yang saya dapatkan dari modul ini, saya yakin bahwa keputusan yang saya buat akan lebih tepat dan akurat, selalu berpihak pada kepentingan murid-murid dan mengedepankan aspek-etika yang kuat.

 

14. Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin?

Materi dalam Modul 3.1 memiliki makna yang sangat penting bagi saya. Hal ini dikarenakan di mana pun kita berada dan dalam peran apa pun yang kita emban, kita pasti akan menghadapi situasi di mana kita harus mengambil keputusan. Keputusan tersebut akan membentuk kebijakan-kebijakan yang memengaruhi perjalanan sekolah dalam mencapai tujuan "merdeka belajar" dan menciptakan profil pelajar Pancasila. Salah satu langkah penting dalam mewujudkan hal tersebut adalah guru memiliki keterampilan dalam pengambilan keputusan yang berlandaskan pada nilai-nilai moral. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan ini, ada sembilan langkah, empat paradigma, dan tiga prinsip yang telah diuraikan dalam modul ini.

Selain itu, dalam proses pengambilan keputusan ini, ada tiga uji yang perlu dilalui, yaitu Uji Intuisi yang berkaitan dengan pemikiran berdasarkan peraturan (Rule-Based Thinking), Uji Publikasi yang terkait dengan pemikiran berdasarkan hasil akhir (Ends-Based Thinking) yang mengutamakan hasil akhir, dan Uji Panutan/Idola yang berkaitan dengan pemikiran berdasarkan rasa peduli (Care-Based Thinking). Melihat hubungan yang erat antara semua konsep ini, saya menyadari bahwa pembelajaran dan pengembangan diri dalam hal pengambilan keputusan adalah proses yang berkelanjutan. Oleh karena itu, saya selalu terbuka terhadap masukan dan panduan yang dapat memotivasi saya untuk terus belajar dan terlibat dalam kegiatan yang bermanfaat bagi orang lain. Perkembangan terus-menerus dan keterlibatan aktif seorang pendidik adalah kunci untuk mendorong kemajuan Indonesia.

Dalam kesimpulan, Modul 3.1 telah membuka mata saya terhadap pentingnya pengambilan keputusan dalam peran seorang pendidik. Keputusan yang tepat, berlandaskan nilai-nilai kebajikan, paradigma, prinsip, dan melalui berbagai uji, adalah fondasi untuk menciptakan lingkungan belajar yang positif dan mendukung terwujudnya merdeka belajar serta profil pelajar Pancasila. Dalam perjalanan ini, saya merasa semakin termotivasi untuk terus mengembangkan kemampuan dalam pengambilan keputusan, agar dapat berkontribusi dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih baik bagi murid-murid dan kemajuan Indonesia secara keseluruhan. Guru yang terus belajar dan bergerak adalah kunci menuju Indonesia yang maju dan berbudaya.

 

Sabtu, 10 Februari 2024

Jurnal Dwimingguan Modul 3.1: Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin

 

Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 3.1

Tidak terasa, saya hampir menyelesaikan modul 3.1 tentang Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin, yang merupakan modul awal dari paket modul 3 ini. Seperti biasanya, setelah menyelesaikan pembelajaran, saya perlu melakukan refleksi pembelajaran yang saya peroleh dari modul ini. Dalam kesempatan ini, saya akan menyampaikan hasil refleksi saya menggunakan model 4F atau 4P, yaitu Facts (Peristiwa), Filling (Perasaan), Findings (Pembelajaran), dan Future (Penerapan).

 

1. Facts ( Peristiwa )

Sebelum memulai pembelajaran modul 3.1, kami memulainya dengan pre-test pada tanggal 1 Februari 2024 yang terdiri dari 20 soal. Setelah itu, pembelajaran dilanjutkan dengan alur MERDEKA (Mulai dari diri, Eksplorasi konsep, Ruang Kolaborasi, Demonstrasi kontekstual, Elaborasi Pemahaman, Koneksi antar materi, dan Aksi nyata), seperti yang sudah biasa dilakukan dalam modul-modul sebelumnya.

Tahap pertama, yaitu "Mulai dari diri", dimulai dengan menjawab beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai seorang pemimpin. Kami juga melakukan survei dengan sebuah kasus yang dihadirkan, dan kami menganalisisnya secara mandiri seolah menjadi seorang kepala sekolah.

Tahap kedua adalah "Eksplorasi Konsep", di mana kami, sebagai peserta, secara mandiri belajar dan mendalami semua materi yang ada dalam modul 3.1 di platform pembelajaran kami (LMS). Di sini, kami mempelajari kasus dilema etika dan bujukan moral. Pada akhir eksplorasi, terdapat forum diskusi di mana kami, para peserta, melakukan analisis terhadap kasus-kasus yang ada di LMS.

Tahap ketiga, yaitu "Ruang Kolaborasi", kami dibagi menjadi beberapa kelompok. Pembelajaran dilakukan secara online melalui Gmeet dengan bimbingan fasilitator kami, Dra Muliati. Kami menganalisis sebuah kasus permasalahan yang sudah ada mengenai Bu Azizah dan Bu Dani yang memakai uang MKKS untuk pengobtan anaknya. Kemudian, kami melakukan presentasi tentang hasil diskusi kami keesokan harinya.

Tahap keempat adalah "Demonstrasi Kontekstual". Kami diberi tugas untuk mewawancarai 2-3 kepala sekolah mengenai praktik pengambilan keputusan dalam kasus dilema etika yang terjadi di sekolah mereka. Kami, sebagai peserta, melakukan wawancara dan menyampaikan hasilnya.

Tahap kelima, "Elaborasi Pemahaman", dimulai dengan pembuatan pertanyaan. Pada tanggal 12 Februari 2024, kami mengikuti Vcon Elaborasi Pemahaman dengan instruktur untuk lebih memahami pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai seorang pemimpin.

Tahap keenam adalah "Koneksi antar materi", di mana kami mengaitkan materi pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin dengan materi-materi pada modul-modul sebelumnya.

Terakhir, "Aksi nyata" mengharuskan kami, peserta, untuk mempraktikkan proses pengambilan keputusan, paradigma, prinsip, dan pengujian keputusan di sekolah kami.

2. Filling ( Perasaan )

Saya sangat sedih disaat Ruang Kolaborasi Diskusi. Hal ini disebabkan jaringan yang susah dan kesalahpahaman lalu akhirnya sinyal yang betul betul hilang sehingganya saya tidak dapat mengikuti kegiatan Rukol dengan baik. Namun saat Rukol sesi presentasi, perasaan yang muncul adalah perasaan penuh syukur. Saya juga merasa sangat beruntung karena modul ini telah membuka cakrawala baru dalam pemahaman saya tentang pengambilan keputusan. Saya merasa tertantang untuk benar-benar mengaplikasikan konsep 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip penting dalam pengambilan keputusan, dan 9 langkah yang mendalam dalam mengambil dan menguji keputusan, terutama ketika saya dihadapkan pada dilema etika dalam kehidupan sehari-hari. Saya menyadari bahwa kemampuan mengambil keputusan yang tepat bukan hanya sekadar keterampilan, tetapi juga merupakan pondasi utama dalam menciptakan lingkungan sekolah yang positif, kondusif, aman, dan nyaman bagi semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan.

 

3. Finding ( Pembelajaran )

Dari modul 3.1, saya mendapatkan pemahaman penting tentang bagaimana pengambilan keputusan harus didasarkan pada nilai-nilai kebajikan. Saya belajar bahwa sebagai pemimpin, sangat penting untuk selalu berpihak pada kebaikan murid dan memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu, saya juga memahami bahwa tahap awal dalam menghadapi permasalahan adalah mengidentifikasi apakah ini merupakan dilema etika atau bujukan moral. Dilema etika adalah situasi di mana dua pilihan dapat dianggap benar, sedangkan bujukan moral adalah situasi di mana satu tindakan dianggap benar dan yang lainnya salah.

Pentingnya memahami perbedaan antara dilema etika dan bujukan moral sangatlah relevan dalam pengambilan keputusan. Apabila sebuah kasus dapat dipahami sebagai pelanggaran hukum, maka langkah-langkah pengambilan keputusan bisa berhenti karena sudah melalui uji legalitas. Ini adalah pengetahuan berharga yang saya peroleh dari modul ini, yang akan saya terapkan dalam pengambilan keputusan di masa depan, terutama ketika berhadapan dengan situasi yang kompleks dan memerlukan pertimbangan etika yang mendalam.

 

 

4. Future ( Penerapan )

 Dengan pengetahuan yang saya peroleh dari modul 3.1 ini tentang pengambilan keputusan berdasarkan nilai-nilai kebajikan, saya merasa lebih siap untuk menghadapi situasi dilema etika di masa depan. Saya berniat menerapkan 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan dalam setiap keputusan yang saya ambil. Selain itu, saya juga berkomitmen untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan ini dengan rekan sejawat saya, sehingga kami semua dapat mengambil keputusan yang lebih baik dan lebih etis yang selaras dengan nilai-nilai kebajikan universal dan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan murid.

Dengan demikian, saya percaya bahwa penerapan prinsip-prinsip dan langkah-langkah yang saya pelajari dalam modul ini akan memberikan kontribusi positif pada lingkungan sekolah saya dan akan menciptakan suasana pembelajaran yang lebih kondusif, aman, dan nyaman bagi semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan. Dengan berfokus pada nilai-nilai kebajikan, kita dapat memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil akan memprioritaskan kesejahteraan dan perkembangan murid, yang pada akhirnya akan meningkatkan mutu pendidikan di sekolah kita.

 

Terima kasih

Salam dan Bahagia