Saatnya Kita Belajar Bahasa Inggris
Blog ini berisi materi Bahasa Inggris untuk tingkatan SMP
Listening and Speaking
Pada blog ini terdapat materi untuk kemampuan mendengar dan bercakap Bahasa Inggris
Simple Present Continuous Tense
Salah satu materi pada blog ini ialah tentang Simple Present Continuous Tense
Minggu, 20 Oktober 2024
I'm so Busy
Jumat, 15 Maret 2024
Jurnal refleksi dwi mingguan modul 3.3: Pengelolaan Program Yang Berdampak Positif Pada Murid
Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 3.3
Pada kesempatan ini saya akan menulis
mengenai Jurnal Refleksi Dwi Mingguan pada modul 3.3 tentang Pengelolaan
Program Yang Berdampak Positif Pada Murid. Jurnal ini sebagai refleksi diri
setelah selama dua minggu mengikuti kegiatan Pendidikan CGP.
Dalam
menulis jurnal refleksi ini saya menggunakan model 1 yaitu model 4F (Fact,
Feeling, Findings, dan Future, yang diprakarsai oleh Dr. Roger Greenaway. 4F
dapat diterjemahkan menjadi 4P yakni: Peristiwa; Perasaan; Pembelajaran; dan
Penerapan.
Fact (Peristiwa)
Modul
3.3, sebagai modul penutup dalam Pendidikan Guru Penggerak, mengikuti pola yang
telah ada sebelumnya dengan mengikuti alur MERDEKA, yang dimulai dari tahap
"Mulai dari Diri." Dalam tahap ini, CGP diperkenalkan dengan
pertanyaan awal mengenai program yang berdampak pada murid dan hubungannya
dengan student agency. Modul kemudian membahas cara menyusun program yang
memberikan dampak positif pada murid serta bagaimana meningkatkan student
agency dengan mempertimbangkan aspek-aspek penting seperti suara, pilihan, dan
kepemilikan. Selain itu, modul juga mengupas isu tentang lingkungan yang
mendukung perkembangan kepemimpinan murid dan keterlibatan komunitas dalam
memfasilitasi perkembangan ini. Pada forum diskusi eksplorasi konsep, beberapa
CGP berbagi pengalaman mereka terkait program-program yang telah dijalankan di
sekolah mereka yang berdampak positif pada murid, sementara yang lain
memberikan umpan balik dan diskusi terkait hal tersebut.
Perasaan (Feeling)
Minggu
kedua dalam PGP angkatan 9 ini menciptakan perasaan campuran yang penuh emosi.
Kehadiran modul terakhir dalam program ini memberikan kebahagiaan, meskipun
tugas-tugas yang menantang telah diselesaikan dengan sukses dan beberapa tugas
yang terlambat akhirnya selesai di waktu yang sesuai. Saya merasa bersyukur
karena masih memiliki kesehatan dan kesempatan untuk mencapai tahap ini, yaitu
menyelesaikan modul 3.3 dan terlibat dalam eksplorasi konsep serta sesi diskusi
di Ruang Kolaborasi. Dengan PGP, saya bertekad untuk menerapkan ilmu yang saya
peroleh di sekolah tempat saya mengajar. Kolaborasi dengan rekan guru lainnya
diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi murid-murid di sekolah kami.
Namun,
terdapat juga perasaan sedih dalam minggu terakhir ini, karena kami telah
menyelesaikan sesi Ruang Kolaborasi dengan Fasilitator. Meskipun kami belum
pernah bertemu langsung secara personal dengan Ibu Muliati, saya merasa sangat
terhubung dengan beliau melalui ilmu-ilmu yang telah beliau bagikan, terutama
yang terkait dengan materi di LMS. Saya telah menerima banyak bantuan dan
dukungan dari beliau selama PGP ini. Selama perjalanan ini, saya mengakui
banyak kekurangan saya, termasuk masalah jaringan yang tidak selalu mendukung
dan tugas-tugas yang kurang sempurna. Fasilitator selalu memberikan pengingat
dan bantuan yang sangat berarti bagi saya. Melalui jurnal ini, saya ingin
mengungkapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Dra. Muliati atas
segala kebaikan, bantuan dan dukungan beliau.
Pembelajaran (Findings)
Modul
3.3 telah memperluas wawasan saya dalam merencanakan dan merancang kegiatan
yang berpotensi memberikan dampak positif pada murid. Tujuannya adalah untuk
mengembangkan kepemimpinan murid atau student agency. Untuk mencapai dampak positif
ini, penting untuk mempertimbangkan aspek-aspek seperti suara (voice) dan
pilihan (choice) yang dimiliki oleh murid, sehingga mereka dapat merasa
memiliki (ownership) terhadap kegiatan tersebut.
Dalam
perancangan program yang akan memberikan dampak positif pada murid, tahap awal
yang penting adalah melakukan pemetaan aset atau sumber daya yang dimiliki oleh
sekolah secara cermat. Dengan langkah ini, program dapat dioptimalkan dengan
lebih baik, mengurangi hambatan yang mungkin timbul, dan berkontribusi pada
pencapaian visi dan misi sekolah. Pemetaan aset adalah langkah penting dalam
memastikan kesuksesan program yang berfokus pada murid.
Penerapan (Future)
Rencana
kedepannya yang akan saya lakukan adalah saya akan melakukan kolaborasi dengan
rekan dan murid-murid saya di sekolah, berbagi ilmu dan secara bersama-sama
untuk merancang program atau kegiatan yang dapat menumbuhkan kepemimpinan murid
dengan mendengarkan suara (voice) dan pilihan (choice) mereka.
Sehingga program tersebut dapat berdampak bagi murid dan menumbuhkan rasa
memiliki pada diri murid terhadap apa yang sudah dirancang secara bersama-sama.
Minggu, 25 Februari 2024
Jurnal Refleksi Modul 3.2 ~Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya
Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 3.2
Modul "Pemimpin dalam pengelolaan
Sumber Daya" mulai di pelajari pada 15 Februari 2024 oleh CPG angkatan
9 Program Pendidikan Guru Penggerak. Sebagai pemenuhan tugas pembuatan jurnal
refleksi kali ini saya menggunakan model F4 yang dikembangkan oleh Dr. Roger
Greenaway (Facts, Feelings, Findings, Future)
1. Peristiwa (Facts)
Pada tanggal 15 Februari 2024 CGP mempelajari Mulai dari diri sebagai alur
awal MERDEKA dikerjakan melalui moda mandiri dengan mengingat kembali
faktor-faktor yang mempengaruhi ekosistem sekolah dan peran pemimpin dalam
pengelolaan sumber daya. Pada sesi ini saya diwajibkan untuk memberikan respon
terhadap beberapa pertanyaan untuk melihat sejauh mana pengetahuan saya sebagai
peserta program tentang materi kali ini.
Pada tanggal 16 Februari
2024 kegiatan berikutnya yakni
Eksplorasi konsep memberikan kesempatan pada saya dalam melakukan eksplorasi
mandiri dengan menelaah konsep dasar tentang sekolah sebagai ekosistem,
Pedekatan Berbasis Kekurangan dan Pendekatan Berbasis Aset, Sejarah singkat
Pendekatan Asser-Based Comunnity Development, dan aset-aset dalam sebuah
komunitas. Di sesi pembelajaran ini, CGP juga diminta untuk menjawab beberapa
pertanyaan pemantik yang nantinya akan diduskusikan pada forum diskusi.
Pada tanggal 19 Februari
2024 Ruang Kolaborasi modul 3.2 di forum
diskusi 1 telah dihadiri oleh CGP. Bersama CGP lain dalam pengelompokkan
kelompok serta didampingi Ibu Fasilitator, CGP diminta untuk dapat
mengidentifikasi berbagai sumber daya di daerah untuk sekolahnya dan strategi
pemanfaatannya secara efektif. Pemetaan aset di daerah sekolah nantinya akan
dipersentasikan kepada kelompok lain pada ruang kolaborasi sesi 2 di modul 3.2.
Pada tanggal 20 Februari
2024 masuk pada Ruang kolaborasi 2 untuk
kegiatan presentasi tiap kelompok. Kali ini saya masuk dalam kelompok 3 bersama
dengan rekan-rekan sejawat di CGP Angkatan 9 yang berada di satu wilayah yang
sama, yaitu Ranah Batahan. Pada presentasi ini kelompok saya mengidentifikasi
asset dan pemanfaatan di wilayah Ranah Batahan, Kab. Pasanman Barat. Pada
tanggal 26 Februari 2024 masuk di
Elaborasi Pemahaman bersama instruktur dengan adanya elaborasi pemahaman ini
semakin kuat pemahaman saya tentang pengelolaan sumber daya.
2. Perasaan (Feelings)
Dalam sesi pembelajaran ini,
saya merasa sangat gembira karena saya telah memperoleh pengetahuan baru yang
terkait dengan materi dari modul ini. Pengetahuan ini membuka mata saya
terhadap potensi sumber daya yang ada di sekitar lingkungan sekolah saya, dan
saya merasa termotivasi untuk melakukan pemetaan komprehensif terhadap semua
aset tersebut agar dapat dimanfaatkan secara efektif. Selain itu, saya merasa
tertantang untuk berbagi pengetahuan ini dengan rekan sejawat di sekolah agar
mereka juga dapat mengadopsi pendekatan PKBA (Pengembangan Komunitas Berbasis
Aset) dalam upaya menemukan aspek positif dalam kehidupan sekolah dan
mengoptimalkannya. Dengan demikian, kami bisa menciptakan lingkungan
pembelajaran yang lebih berdaya dan bermanfaat bagi peserta didik.
3. Pembelajaran (Findings)
Sesi pembelajaran Ruang
Kolaborasi Sesi 1 pada modul ini telah memberikan banyak pelajaran berharga.
Saya belajar untuk fokus pada aspek positif dalam pengambilan keputusan dan
perencanaan berdasarkan kekuatan, inspirasi, serta potensi yang ada. Modul ini
mendorong perubahan paradigma dari pola pikir yang seringkali bersifat defisit,
di mana kita cenderung melihat permasalahan dan kekurangan terlebih dahulu
(Deficit Based Thinking). Ini adalah langkah yang sangat positif untuk
mengembangkan pendekatan yang lebih proaktif dan membangun pada aset yang ada
di sekitar kita. Saya merasa sangat termotivasi untuk menerapkan
prinsip-prinsip ini dalam praktik pengambilan keputusan dan pengelolaan program
di sekolah.
Dalam modul ini, CGP mendalami
konsep sekolah sebagai ekosistem, di mana terdapat interaksi antara unsur
biotik (unsur yang hidup seperti murid, guru, kepala sekolah, staf/tenaga
kependidikan, pengawas sekolah, orangtua murid/wali, dan masyarakat sekitar
sekolah) dan unsur abiotik (unsur yang tidak hidup seperti keuangan, sarana,
dan prasarana). Dengan pemahaman ini, CGP menyadari bahwa sekolah bukanlah
entitas yang berdiri sendiri, tetapi terhubung erat dengan lingkungan
sekitarnya. Hal ini membuka peluang untuk memanfaatkan semua sumber daya yang
ada dalam dan di sekitar sekolah secara lebih efektif dalam upaya peningkatan
kualitas pendidikan.
Pembelajaran di modul ini juga
memberi kesempatan untuk dapat membedakan tujuh aset utama yang dimiliki oleh
lingkungan sekolah meliputi modal manusia, modal sosial, modal fisik, modal
lingkungan/alam, modal finansial, modal politik dan modal agama dan budaya.
Dengan mengetahui aset-aset dalam komunitas, maka kita diharapkan memiliki
strategi dalam pemanfaatannya sehingga pada akhirnya kita memiliki
karakteristik komunitas yang sehat dan resilen.
4. Penerapan (Future)
Dengan pemahaman yang diperoleh
dari modul ini, harapannya CGP dapat mengadopsi pendekatan Pengembangan
Komunitas Berbasis Aset (Asset-Based Community Development/ABCD) dengan
mengubah pola pikir (mindset) dan sikap positif sebagai langkah awal.
Implementasi modul ini diharapkan mampu membantu sekolah dalam membangun
ekosistem yang merangsang pertumbuhan dan perkembangan murid, sesuai dengan
Profil Pelajar Pancasila. Kita perlu ingat bahwa cara sekolah memandang ekosistemnya
sangat memengaruhi keberhasilan proses pembelajaran. Dengan demikian,
penggunaan ABCD dapat membuka potensi positif di lingkungan sekolah, menjadikan
aset dan sumber daya yang ada sebagai dasar pengembangan pendidikan yang lebih
efektif dan inklusif.
Senin, 12 Februari 2024
Koneksi Antar Materi Modul 3.1~Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan
1. Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin?
Filosofi Ki Hajar Dewantara dan Pratap Triloka memiliki dampak signifikan pada cara seorang guru, sebagai pemimpin pembelajaran, membuat keputusan. Semboyan yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara, yang masih relevan hingga saat ini, mengarahkan pendidik untuk mengambil peran sebagai teladan (Ing Ngarso Sung Tulodho), memberikan dorongan, semangat, dan motivasi (Ing Madya Mangunkarsa), serta memberikan dukungan dari belakang (Tut Wuri Handayani) kepada murid-muridnya. Artinya, seorang guru harus memberikan contoh yang baik, memberikan semangat dari tengah, dan memberikan dukungan dari belakang guna memajukan perkembangan murid.
Semboyan
ini memiliki makna yang mendalam yang dapat menjadi pedoman dalam pengambilan
setiap keputusan, yang selalu berorientasi pada kesejahteraan murid, dengan
tujuan menjadikan mereka generasi cerdas dan berbudi pekerti, sesuai dengan
prinsip pelajar Pancasila. Hal ini dapat diimplementasikan dalam proses
pembelajaran di sekolah, dengan tidak hanya fokus pada materi kurikulum, tetapi
juga dengan cara yang eksplisit mentransfer nilai-nilai moral kepada murid
dalam setiap pengambilan keputusan. Proses pengambilan keputusan yang dilakukan
dengan tanggung jawab.
2. Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam
diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan
suatu keputusan?
Perilaku seseorang
sering mencerminkan nilai-nilai yang melekat dalam dirinya, dan ini juga
mempengaruhi prinsip-prinsip yang mereka ikuti saat membuat keputusan. Dalam
proses pengambilan keputusan yang bertanggung jawab, kualitas kesadaran diri
(self-awareness), kemampuan mengelola diri (self-management), pemahaman
terhadap aspek sosial (social awareness), dan keterampilan berinteraksi sosial
(relationship skills) sangat mendukung dalam menerapkan prinsip "Tut wuri
handayani." Seorang pendidik dapat mendorong semua anggota sekolah, baik
secara moral maupun materi, dengan nilai-nilai moral yang mereka anut akan
tercermin dalam setiap keputusan yang mereka ambil, termasuk nilai-nilai
seperti kejujuran dan integritas yang tercermin dalam tindakan dan kebijakan
mereka.
3. Bagaimana materi pengambilan keputusan
berkaitan dengan kegiatan coaching (bimbingan) yang diberikan pendamping atau
fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian
pengambilan keputusan yang telah kita ambil?
Apakah pengambilan keputusan ini telah
efektif, dan apakah masih ada pertanyaan dalam pikiran kita terkait keputusan
tersebut? Sesuai dengan pembahasan sebelumnya, kita dapat melihat bahwa dalam
menghadapi berbagai masalah yang memerlukan pengambilan keputusan,
langkah-langkah yang mengikuti prinsip tertentu sangat penting. Terutama dalam
keputusan strategis yang sangat berpengaruh terhadap masa depan organisasi.
Salah satu faktor kunci dalam proses pengambilan keputusan adalah kemampuan
coaching. Sebagai pendidik, guru harus memiliki keterampilan coaching.
Selama proses pembelajaran, pendampingan dalam
menguji pengambilan keputusan melalui kegiatan coaching yang dilakukan oleh
fasilitator sangat efektif dalam membantu pemahaman. Ada beberapa contoh
praktik coaching yang dapat memberikan gambaran lengkap untuk diterapkan di
sekolah. Keputusan yang diambil dengan menggunakan teknik coaching yang
didasarkan pada etika dan nilai-nilai kebajikan, serta sejalan dengan visi dan
misi sekolah yang berfokus pada kesejahteraan murid dan menciptakan budaya
positif di lingkungan sekolah. Teknik coaching ini dilakukan dengan prinsip
kesetaraan, sehingga tidak terasa menggurui tetapi malah menciptakan
kenyamanan. Ini memungkinkan coach untuk mengidentifikasi masalah dan
mengajukan pertanyaan berbobot kepada coachee. Di sisi lain, coachee merasa
nyaman untuk berbicara tentang kendala dan bersama-sama menemukan solusi yang
sesuai. Semua ini berkat kemampuan coach sebagai pendengar yang baik dalam
membantu mengurai masalah melalui pertanyaan-pertanyaan yang relevan. Dengan
bantuan coaching, guru dapat mengatasi masalah yang dihadapi oleh siswa dalam
proses pembelajaran. Sebagai seorang coach yang baik, guru memiliki harapan
yang tinggi terhadap kemajuan siswa, dan ini mendorong siswa untuk memenuhi
tugas dan kewajiban mereka di sekolah dengan baik.
4. Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola
dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan
suatu keputusan khususnya masalah dilema etika?
Keterampilan guru dalam mengelola dan memahami
aspek sosial emosional memiliki dampak yang signifikan dalam proses pengambilan
keputusan. Dalam setiap pengambilan keputusan, penting untuk memastikan bahwa
keputusan tersebut didasarkan pada nilai-nilai kebajikan dan mematuhi regulasi
yang berlaku, dengan mengikuti pedoman 9 langkah pengambilan keputusan. Dengan
memanfaatkan dasar-dasar ini, kita dapat melakukan analisis yang memungkinkan
kita untuk membedakan antara dilema etika dan bujukan moral.
Kesadaran sosial emosional seseorang membantu
kita untuk mengembangkan empati dan simpati, yang memungkinkan kita untuk lebih
memahami perasaan dan pengalaman orang lain. Ini memungkinkan kita untuk lebih
bijaksana dalam mengidentifikasi masalah dan membuat keputusan yang tepat saat
diperlukan. Sebagai seorang guru yang juga berperan sebagai pemimpin
pembelajaran, penting untuk selalu mempertimbangkan kesejahteraan siswa dalam
setiap keputusan yang diambil. Ini melibatkan pertimbangan etika dan
nilai-nilai kebajikan yang didasarkan pada empat paradigma yaitu individu vs.
masyarakat, rasa keadilan vs. rasa kasihan, kebenaran vs. kesetiaan, dan jangka
pendek vs. jangka panjang. Selain itu, ada tiga prinsip yang perlu
diperhatikan, yaitu prinsip berbasis hasil akhir, prinsip berbasis peraturan,
dan prinsip berbasis rasa peduli dalam pengambilan keputusan. Serta dilakukan
dengan 9 langkah yaitu:
a. Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan
b. Menentukan siapa saja yang terlibat
c. Mengumpulkan fakta-fakta yang relevan
d. Pengujian benar atau salah yang didalamnya terdapat uji legal, uji regulasi, uji intuisi, uji halaman depan koran, uji keputusan panutan/idola
e. Pengujian paradigma benar lawan benar
f. Prinsip Pengambilan Keputusan
g. Investigasi Opsi Trilemma
h. Buat Keputusan
i. Tinjau lagi keputusan Anda dan refleksikan
5. Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus
pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang
pendidik?
Pembahasan studi kasus yang menyoroti masalah
moral atau etika memiliki manfaat signifikan dalam mengembangkan empati dan
simpati seorang pendidik. Pendidik yang telah terlatih dalam hal ini akan
memiliki kemampuan yang baik dalam merasakan dan memahami perasaan orang lain.
Kemampuan ini memungkinkan mereka untuk mengidentifikasi dan memahami paradigma
dilema etika, yang pada gilirannya akan membantu mereka dalam mengambil
keputusan yang lebih bijak sebagai pemimpin pembelajaran.
Dalam pengambilan keputusan, prinsip-prinsip
yang mengutamakan kepentingan siswa harus selalu dipegang teguh. Hal ini
memastikan bahwa solusi yang ditemukan selalu berpihak pada siswa dan tujuan
utama pendidikan. Pendidik yang terlatih dapat menganalisis situasi dari
berbagai sudut pandang, memungkinkan mereka untuk dengan tepat mengidentifikasi
apakah situasi tersebut merupakan dilema etika atau bujukan moral.
Ketika seorang pendidik dihadapkan pada
masalah moral atau etika, nilai-nilai yang mereka anut akan memengaruhi
keputusan yang diambil. Keputusan tersebut akan mencerminkan nilai-nilai yang
mereka pegang. Jika nilai-nilai tersebut positif, maka keputusan yang diambil
akan sesuai dengan norma, agama, dan moral yang berlaku. Sebaliknya, jika
nilai-nilai yang mereka anut tidak sesuai dengan norma dan moral, maka
keputusan yang diambil cenderung bermuara pada pandangan pribadi.
Selain itu, pembahasan studi kasus yang fokus
pada masalah moral atau etika juga melatih pendidik dalam mengasah ketajaman
dan ketepatan dalam pengambilan keputusan. Mereka akan dapat dengan jelas
membedakan antara dilema etika dan bujukan moral. Hasilnya adalah keputusan
yang akurat, mampu memenuhi kebutuhan siswa, serta menciptakan lingkungan yang
aman dan bahagia untuk semua pihak, dengan berlandaskan pada nilai-nilai
kebenaran dan kebajikan.
6. Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat,
tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan
nyaman.
Keputusan yang diambil dalam konteks
pendidikan memiliki dampak yang signifikan pada pelaksanaan pembelajaran dan
iklim sekolah secara keseluruhan. Oleh karena itu, penting bagi kita sebagai
pendidik untuk selalu mempertimbangkan setiap keputusan dengan seksama, baik
yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Inti dari pengambilan keputusan
yang efektif adalah memastikan bahwa kebijakan yang diambil selaras dengan
nilai-nilai kebajikan, mengedepankan keteladanan, dan bijaksana, serta tidak
melanggar norma yang berlaku.
Ketika keputusan-keputusan kita didasarkan
pada prinsip-prinsip tersebut, kita dapat menciptakan lingkungan sekolah yang
positif, kondusif, aman, dan nyaman bagi seluruh warga sekolah. Hal ini
memiliki konsekuensi positif terutama dalam membantu murid-murid belajar dengan
baik dan mengembangkan kompetensi mereka. Lingkungan yang mendukung akan
memberikan ruang bagi siswa untuk tumbuh dan berkembang secara optimal,
sehingga mereka dapat mencapai potensi terbaik mereka dalam proses
pembelajaran.
Selain itu, kebijakan yang didasarkan pada
nilai-nilai kebajikan juga menciptakan budaya sekolah yang lebih positif dan
harmonis. Ini membantu membangun hubungan yang kuat antara guru, murid, dan
staf sekolah, sehingga semua pihak merasa terlibat dan memiliki tanggung jawab
dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang bermutu. Dengan demikian,
pengambilan keputusan yang berlandaskan pada nilai-nilai kebajikan adalah kunci
untuk menciptakan pendidikan yang lebih baik dan berdampak positif pada masa
depan siswa.
7. Apakah tantangan-tantangan di lingkungan
Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema
etika ini? Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda?
Dalam mengambil keputusan yang berlandaskan
pada prinsip penyelesaian dilema, kita memiliki tiga pendekatan yang dapat
diterapkan, yaitu Berpikir Berbasis Hasil Akhir, Berpikir Berbasis Peraturan,
dan Berpikir Berbasis Rasa Peduli. Pemilihan pendekatan ini harus dilakukan
dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi yang sedang dihadapi. Tentu saja,
setiap keputusan akan selalu melibatkan sejumlah resiko, pro, dan kontra, dan
inilah yang seringkali menjadi salah satu tantangan terbesar dalam menghadapi
dilema etika. Salah satu tantangan yang seringkali muncul adalah perasaan tidak
nyaman karena keputusan yang diambil tidak dapat memuaskan semua pihak yang
terlibat. Meskipun demikian, dengan mengikuti langkah-langkah pengambilan
keputusan yang cermat dan terencana, kita dapat meminimalkan perasaan tidak
nyaman tersebut dan memastikan bahwa keputusan yang diambil dapat diterima oleh
semua pihak yang terlibat.
Langkah-langkah pengambilan keputusan yang
bijaksana menjadi panduan yang sangat berharga dalam menghadapi kasus-kasus
dilema etika. Dengan menjalankan proses ini dengan teliti, kita dapat
memastikan bahwa keputusan yang diambil merupakan hasil dari pertimbangan
matang dan berdasarkan pada nilai-nilai kebajikan serta kaidah moral yang
berlaku. Hal ini akan membantu menciptakan keputusan yang lebih dapat diterima
dan mendukung terciptanya solusi yang paling baik dalam situasi yang kompleks.
8. Apakah pengaruh pengambilan keputusan yang
kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita? Bagaimana
kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang
berbeda-beda?
Dampak dari pengambilan keputusan yang
mengarah pada pembebasan murid dalam proses belajar adalah terciptanya konsep
belajar yang merdeka. Dengan pendekatan ini, murid diberi kebebasan untuk
mengejar kesuksesan dan kebahagiaan sesuai dengan minat dan potensi mereka,
tanpa adanya tekanan atau paksaan dari pihak manapun. Harapannya, murid-murid
dapat mencapai kesuksesan dalam bidang yang mereka geluti, merasa bahagia karena
sesuai dengan passion mereka, dan bertanggung jawab atas pilihan-pilihan yang
mereka buat. Prinsip dasar di sini adalah bahwa setiap keputusan yang diambil
harus mengutamakan kepentingan murid, sementara peran guru adalah memfasilitasi
dan membantu mengembangkan bakat dan minat yang sudah ada.
Salah satu contoh nyata dari penerapan prinsip
ini adalah dalam kurikulum merdeka. Materi pelajaran diintegrasikan menjadi
satu kesatuan yang lebih mendalam dalam satu mata pelajaran. Pendekatan
pembelajaran berdiferensiasi digunakan untuk mengakomodasi kebutuhan individual
siswa sesuai dengan bakat dan keahlian mereka. Peran guru menjadi lebih sebagai
fasilitator, dan proses pembelajaran lebih terfokus pada siswa dengan dukungan
penerapan KSE, baik secara eksplisit maupun implisit, yang memperkuat peran
guru dalam memfasilitasi dan mengasah keterampilan sosial emosional murid.
9. Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran
dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan
murid-muridnya?
Setiap keputusan yang diambil oleh seorang
pemimpin pembelajaran akan memiliki konsekuensi, baik dalam jangka panjang
maupun jangka pendek, terhadap perkembangan murid. Tindakan dan keputusan yang
diambil akan menjadi contoh dan panduan bagi cara berpikir dan berperilaku
murid di masa depan, terutama dalam menghadapi situasi yang memerlukan
pengambilan keputusan di masyarakat. Dengan pemahaman ini, menjadi prinsip
dasar bahwa pengambilan keputusan oleh seorang pendidik harus sesuai, benar,
dan bijak, melalui proses analisis dan evaluasi yang mendalam untuk memastikan
keputusan tersebut tidak menyesatkan murid.
Pengujian keputusan dilakukan melalui lima
aspek uji, yaitu uji legalitas, uji kesesuaian dengan regulasi, uji
pertimbangan intuisi, uji publikasi, dan uji panduan atau contoh yang patut
diikuti. Melalui pengujian ini, keputusan yang diambil menjadi lebih akurat dan
terpercaya, sehingga tidak akan memberikan arah yang salah bagi perkembangan
dan pandangan murid-murid ke depannya.
10. Apakah kesimpulan akhir yang dapat Anda
tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul
sebelumnya?
Kesimpulan dari pembelajaran ini adalah bahwa
pengambilan keputusan adalah salah satu kompetensi penting yang harus dimiliki
oleh seorang guru. Keputusan yang diambil oleh seorang guru memiliki dampak
besar terhadap pola pikir dan karakter murid. Oleh karena itu, pengambilan
keputusan harus berlandaskan pada filosofi Ki Hajar Dewantara dan nilai-nilai
kebajikan. Hal ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang positif,
kondusif, aman, dan nyaman bagi murid. Proses pengambilan keputusan harus
mengikuti alur BAGJA dan mematuhi sembilan langkah pengambilan dan pengujian
keputusan untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil selalu berpihak kepada
murid.
Sekolah berperan penting dalam membentuk
karakter peserta didik dan melakukan transfer ilmu. Oleh karena itu, banyak
kebijakan sekolah yang memerlukan pengambilan keputusan. Guru, sebagai pemimpin
pembelajaran, harus mampu mengambil keputusan dengan bijak dan berdasarkan
nilai-nilai kebajikan yang telah disepakati bersama. Tujuannya adalah
menciptakan budaya positif dan lingkungan yang nyaman. Guru memiliki tanggung
jawab untuk mengantarkan murid menjadi individu yang cerdas dan berkarakter
sesuai dengan profil pelajar Pancasila. Dalam perjalanan menuju tujuan ini,
mungkin akan ada dilema etika dan bujukan moral yang dihadapi. Oleh karena itu,
panduan sembilan langkah dalam pengambilan keputusan dan pengujian sangat
penting agar keputusan yang diambil selalu mengutamakan kepentingan murid.
Salah satu aspek dari merdeka belajar adalah penerapan pembelajaran
berdiferensiasi, yang memungkinkan memenuhi kebutuhan individual murid sesuai
dengan bakat, minat, dan gaya belajar mereka.
11. Sejauh mana pemahaman Anda tentang
konsep-konsep yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan
bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan
keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal
yang menurut Anda di luar dugaan?
Hal yang diluar dugaan saya adalah bahwa
pengambilan keputusan melibatkan lebih dari sekadar pertimbangan logis.
Paradigma, prinsip, dan langkah-langkah pengujian memainkan peran penting dalam
memastikan keputusan yang diambil memiliki dampak positif dan sesuai dengan
etika. Ini mengajarkan bahwa keputusan haruslah lebih dari sekadar pemikiran
rasional; nilai-nilai dan pertimbangan etis harus menjadi panduan utama.
Di samping itu, keberanian adalah aspek yang
tak terduga dalam pengambilan keputusan. Kadang-kadang, keputusan yang benar
dan etis mungkin memerlukan keberanian untuk menghadapi konsekuensinya, bahkan
jika itu berarti menghadapi tantangan atau kritik. Ini menunjukkan bahwa
pengambilan keputusan bukan hanya tentang pemikiran, tetapi juga tentang
kemauan untuk bertindak sesuai dengan apa yang kita yakini benar, bahkan jika
itu memerlukan ketegasan dan komitmen terhadap nilai-nilai yang kita anut.
Dengan begitu, pengambilan keputusan menjadi lebih kompleks dan mengedepankan
integritas dan nilai-nilai yang kuat.
12. Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah
Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral
dilema? Bilamana pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul
ini?
Sebelum menjalani pembelajaran modul ini,
pengambilan keputusan dalam situasi dilema etika hanyalah mengandalkan
pemikiran dan pertimbangan pribadi. Saya merasa cukup yakin dengan
keputusan-keputusan yang saya buat selama itu sesuai dengan aturan dan tidak
merugikan banyak orang. Namun, setelah mempelajari modul ini, pemahaman saya
tentang pengambilan keputusan telah berkembang secara signifikan. Saya telah
diperkenalkan dengan langkah-langkah yang lebih terstruktur dan berbasis
paradigma serta prinsip-prinsip etika.
Modul ini telah memberi saya wawasan baru tentang
bagaimana mengambil keputusan yang lebih tepat dalam konteks dilema etika. Saya
belajar bagaimana paradigma dan prinsip-prinsip yang kuat dapat membimbing
pengambilan keputusan yang lebih bijaksana dan etis. Praktik-praktik yang saya
pelajari selama modul ini telah memperkaya keterampilan pengambilan keputusan
saya dan memberikan kerangka kerja yang lebih kokoh untuk menghadapi situasi
dilema etika di masa depan.
13. Bagaimana dampak mempelajari konsep ini
buat Anda, perubahan apa yang terjadi pada cara Anda dalam mengambil
keputusan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran modul ini?
Konsep-konsep yang telah saya pelajari dalam
modul ini telah memberikan dampak yang signifikan pada pola pikir saya seputar
pengambilan keputusan. Sebelumnya, saya memiliki pandangan bahwa pengambilan
keputusan yang baik hanya perlu mengacu pada regulasi dan pertimbangan sosial
semata. Namun, modul ini telah membuka mata saya terhadap beragam faktor yang
seharusnya menjadi dasar dalam pengambilan keputusan. Dalam konteks ini,
terdapat empat paradigma dilema etika yang menggambarkan situasi yang sering
kali rumit: individu versus kelompok (individual vs community), rasa keadilan
versus rasa kasihan (justice vs mercy), kebenaran versus kesetiaan (truth vs
loyalty), serta jangka pendek versus jangka panjang (short term vs long term).
Semua paradigma ini didasarkan pada tiga prinsip dan terdiri dari sembilan
langkah yang mendalam untuk pengambilan keputusan yang etis.
Saya berkomitmen untuk mengimplementasikan
landasan yang saya pelajari dalam setiap pengambilan keputusan saya, baik
sebagai pemimpin pembelajaran maupun dalam perumusan kebijakan di sekolah dan
komunitas praktisi. Dengan dasar-dasar yang saya dapatkan dari modul ini, saya
yakin bahwa keputusan yang saya buat akan lebih tepat dan akurat, selalu
berpihak pada kepentingan murid-murid dan mengedepankan aspek-etika yang kuat.
14. Seberapa penting mempelajari topik modul
ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin?
Materi dalam Modul 3.1 memiliki makna yang
sangat penting bagi saya. Hal ini dikarenakan di mana pun kita berada dan dalam
peran apa pun yang kita emban, kita pasti akan menghadapi situasi di mana kita
harus mengambil keputusan. Keputusan tersebut akan membentuk kebijakan-kebijakan
yang memengaruhi perjalanan sekolah dalam mencapai tujuan "merdeka
belajar" dan menciptakan profil pelajar Pancasila. Salah satu langkah
penting dalam mewujudkan hal tersebut adalah guru memiliki keterampilan dalam
pengambilan keputusan yang berlandaskan pada nilai-nilai moral. Sebagai dasar
dalam pengambilan keputusan ini, ada sembilan langkah, empat paradigma, dan
tiga prinsip yang telah diuraikan dalam modul ini.
Selain itu, dalam proses pengambilan keputusan
ini, ada tiga uji yang perlu dilalui, yaitu Uji Intuisi yang berkaitan dengan
pemikiran berdasarkan peraturan (Rule-Based Thinking), Uji Publikasi yang
terkait dengan pemikiran berdasarkan hasil akhir (Ends-Based Thinking) yang
mengutamakan hasil akhir, dan Uji Panutan/Idola yang berkaitan dengan pemikiran
berdasarkan rasa peduli (Care-Based Thinking). Melihat hubungan yang erat
antara semua konsep ini, saya menyadari bahwa pembelajaran dan pengembangan
diri dalam hal pengambilan keputusan adalah proses yang berkelanjutan. Oleh
karena itu, saya selalu terbuka terhadap masukan dan panduan yang dapat
memotivasi saya untuk terus belajar dan terlibat dalam kegiatan yang bermanfaat
bagi orang lain. Perkembangan terus-menerus dan keterlibatan aktif seorang
pendidik adalah kunci untuk mendorong kemajuan Indonesia.
Dalam kesimpulan, Modul 3.1 telah membuka mata
saya terhadap pentingnya pengambilan keputusan dalam peran seorang pendidik.
Keputusan yang tepat, berlandaskan nilai-nilai kebajikan, paradigma, prinsip,
dan melalui berbagai uji, adalah fondasi untuk menciptakan lingkungan belajar
yang positif dan mendukung terwujudnya merdeka belajar serta profil pelajar
Pancasila. Dalam perjalanan ini, saya merasa semakin termotivasi untuk terus
mengembangkan kemampuan dalam pengambilan keputusan, agar dapat berkontribusi
dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih baik bagi murid-murid dan
kemajuan Indonesia secara keseluruhan. Guru yang terus belajar dan bergerak
adalah kunci menuju Indonesia yang maju dan berbudaya.
Sabtu, 10 Februari 2024
Jurnal Dwimingguan Modul 3.1: Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin
Jurnal
Refleksi Dwi Mingguan Modul 3.1
Tidak
terasa, saya hampir menyelesaikan modul 3.1 tentang Pengambilan Keputusan
Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin, yang merupakan modul awal dari
paket modul 3 ini. Seperti biasanya, setelah menyelesaikan pembelajaran, saya
perlu melakukan refleksi pembelajaran yang saya peroleh dari modul ini. Dalam
kesempatan ini, saya akan menyampaikan hasil refleksi saya menggunakan model 4F
atau 4P, yaitu Facts (Peristiwa), Filling (Perasaan), Findings (Pembelajaran),
dan Future (Penerapan).
1.
Facts ( Peristiwa )
Sebelum memulai pembelajaran modul 3.1,
kami memulainya dengan pre-test pada tanggal 1 Februari 2024 yang terdiri dari
20 soal. Setelah itu, pembelajaran dilanjutkan dengan alur MERDEKA (Mulai dari
diri, Eksplorasi konsep, Ruang Kolaborasi, Demonstrasi kontekstual, Elaborasi
Pemahaman, Koneksi antar materi, dan Aksi nyata), seperti yang sudah biasa
dilakukan dalam modul-modul sebelumnya.
Tahap pertama, yaitu "Mulai dari
diri", dimulai dengan menjawab beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan
pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai seorang pemimpin.
Kami juga melakukan survei dengan sebuah kasus yang dihadirkan, dan kami
menganalisisnya secara mandiri seolah menjadi seorang kepala sekolah.
Tahap kedua adalah "Eksplorasi
Konsep", di mana kami, sebagai peserta, secara mandiri belajar dan
mendalami semua materi yang ada dalam modul 3.1 di platform pembelajaran kami
(LMS). Di sini, kami mempelajari kasus dilema etika dan bujukan moral. Pada
akhir eksplorasi, terdapat forum diskusi di mana kami, para peserta, melakukan
analisis terhadap kasus-kasus yang ada di LMS.
Tahap ketiga, yaitu "Ruang
Kolaborasi", kami dibagi menjadi beberapa kelompok. Pembelajaran dilakukan
secara online melalui Gmeet dengan bimbingan fasilitator kami, Dra Muliati.
Kami menganalisis sebuah kasus permasalahan yang sudah ada mengenai Bu Azizah
dan Bu Dani yang memakai uang MKKS untuk pengobtan anaknya. Kemudian, kami
melakukan presentasi tentang hasil diskusi kami keesokan harinya.
Tahap keempat adalah "Demonstrasi Kontekstual".
Kami diberi tugas untuk mewawancarai 2-3 kepala sekolah mengenai praktik
pengambilan keputusan dalam kasus dilema etika yang terjadi di sekolah mereka. Kami,
sebagai peserta, melakukan wawancara dan menyampaikan hasilnya.
Tahap kelima, "Elaborasi Pemahaman",
dimulai dengan pembuatan pertanyaan. Pada tanggal 12 Februari 2024, kami
mengikuti Vcon Elaborasi Pemahaman dengan instruktur untuk lebih memahami
pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai seorang pemimpin.
Tahap keenam adalah "Koneksi antar
materi", di mana kami mengaitkan materi pengambilan keputusan berbasis
nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin dengan materi-materi pada modul-modul
sebelumnya.
Terakhir, "Aksi nyata"
mengharuskan kami, peserta, untuk mempraktikkan proses pengambilan keputusan,
paradigma, prinsip, dan pengujian keputusan di sekolah kami.
2.
Filling ( Perasaan )
Saya sangat sedih disaat Ruang Kolaborasi
Diskusi. Hal ini disebabkan jaringan yang susah dan kesalahpahaman lalu
akhirnya sinyal yang betul betul hilang sehingganya saya tidak dapat mengikuti kegiatan
Rukol dengan baik. Namun saat Rukol sesi presentasi, perasaan yang muncul adalah
perasaan penuh syukur. Saya juga merasa sangat beruntung karena modul ini telah
membuka cakrawala baru dalam pemahaman saya tentang pengambilan keputusan. Saya
merasa tertantang untuk benar-benar mengaplikasikan konsep 4 paradigma
pengambilan keputusan, 3 prinsip penting dalam pengambilan keputusan, dan 9
langkah yang mendalam dalam mengambil dan menguji keputusan, terutama ketika
saya dihadapkan pada dilema etika dalam kehidupan sehari-hari. Saya menyadari
bahwa kemampuan mengambil keputusan yang tepat bukan hanya sekadar
keterampilan, tetapi juga merupakan pondasi utama dalam menciptakan lingkungan
sekolah yang positif, kondusif, aman, dan nyaman bagi semua pihak yang terlibat
dalam dunia pendidikan.
3.
Finding ( Pembelajaran )
Dari modul 3.1, saya mendapatkan
pemahaman penting tentang bagaimana pengambilan keputusan harus didasarkan pada
nilai-nilai kebajikan. Saya belajar bahwa sebagai pemimpin, sangat penting
untuk selalu berpihak pada kebaikan murid dan memastikan bahwa setiap keputusan
yang diambil dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu, saya juga memahami bahwa
tahap awal dalam menghadapi permasalahan adalah mengidentifikasi apakah ini
merupakan dilema etika atau bujukan moral. Dilema etika adalah situasi di mana
dua pilihan dapat dianggap benar, sedangkan bujukan moral adalah situasi di
mana satu tindakan dianggap benar dan yang lainnya salah.
Pentingnya memahami perbedaan antara
dilema etika dan bujukan moral sangatlah relevan dalam pengambilan keputusan.
Apabila sebuah kasus dapat dipahami sebagai pelanggaran hukum, maka
langkah-langkah pengambilan keputusan bisa berhenti karena sudah melalui uji legalitas.
Ini adalah pengetahuan berharga yang saya peroleh dari modul ini, yang akan
saya terapkan dalam pengambilan keputusan di masa depan, terutama ketika
berhadapan dengan situasi yang kompleks dan memerlukan pertimbangan etika yang
mendalam.
4. Future (
Penerapan )
Dengan pengetahuan yang saya peroleh dari modul 3.1 ini tentang
pengambilan keputusan berdasarkan nilai-nilai kebajikan, saya merasa lebih siap
untuk menghadapi situasi dilema etika di masa depan. Saya berniat menerapkan 4
paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah
pengambilan dan pengujian keputusan dalam setiap keputusan yang saya ambil.
Selain itu, saya juga berkomitmen untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan ini
dengan rekan sejawat saya, sehingga kami semua dapat mengambil keputusan yang
lebih baik dan lebih etis yang selaras dengan nilai-nilai kebajikan universal
dan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan murid.
Dengan demikian,
saya percaya bahwa penerapan prinsip-prinsip dan langkah-langkah yang saya
pelajari dalam modul ini akan memberikan kontribusi positif pada lingkungan
sekolah saya dan akan menciptakan suasana pembelajaran yang lebih kondusif,
aman, dan nyaman bagi semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan. Dengan
berfokus pada nilai-nilai kebajikan, kita dapat memastikan bahwa setiap
keputusan yang diambil akan memprioritaskan kesejahteraan dan perkembangan
murid, yang pada akhirnya akan meningkatkan mutu pendidikan di sekolah kita.
Terima kasih
Salam dan Bahagia
Selasa, 28 November 2023
Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 2.3-Coaching untuk Supervisi Akademik
Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 2.3
Oleh:
Amelia Hamida, S.Pd
CGP Angkatan 9
Kabupaten Pasaman Barat
Pada modul 2.3 ini, saya merefleksikan kegiatan yang saya ikuti
di LMS ini dalam bentuk jurnal refleksi. Jurnal Refleksi dwi minggu ini
membahas materi pada Modul 2.3 tentang Coaching. Jurnal refleksi ini saya tulis
sebagai media yang mendokumentasikan perasaan, gagasan dan pengalaman serta
praktik baik yang telah saya dilakukan. Model refleksi yang saya pakai adalah
Model 1: 4F (Facts, Feelings, Findings, Future)
1. Facts (Peristiwa)
Di minggu ini ada
beberapa aktivitas pembelajaran yaitu diawali mulai dari 2.3.a.3 mulai dari
diri yang berisikan jawaban dari pertanyaan pemantik yang diberikan untuk
merefleksikan diri saya tentang supervisi di sekolah saya, kemudian masuk ke
eksplorasi konsep, modul 2,3,a,4,1 yang membahas tentang coaching, perbedaan
antara metode pengembangan diri coaching, mentoring, konseling, fasilitasi dan
training, konsep coaching secara umum, bagaimana coaching dilakukan dalam
konteks pendidikan, paradigma coaching dilihat dari system Among yang merupakan
konsep dari Ki Hajar Dewantara, selanjutnya masuk ke modul 2.3.a.4.2 tentang
eksplorasi paradigma berpikir coaching dan prinsip-prinsip coaching dalam komunikasi
yang memberdayakan untuk pengembangan kompetensi, juga mengaitkan antara
paradigma berpikir dan prinsip-prinsip coaching dengan supervise akademik.
Selain itu disana juga
dijabarkan perbedaan antara coaching, kolaborasi, konsultasi, dan evaluasi dalam
rangka memberdayakan rekan sejawat, dibantu dengan video percakapan coaching
yang membantu saya memahami tentang bagaimana seharusnya menjadi seorang coach
yang baik. yang diakronimkan menjadi TIRTA ( Tujuan, Identifikasi, Rencana
aksi, dan Tanggung jawab ), diharapkan akan seperti air yang mana komunikasi
bisa mengalir, disini juga dibahas tentang inti coaching yaitu presence
kehadiran penuh yang terlihat pada coach, dengan memberikan perhatian penuh
akan apa yang disampaikan oleh coachee, menjadi seorang pendengar aktif dengan
sesekali memberikan tanggapan atas apa yang sedang dibicarakan oleh coachee,
dan dibahas tentang keterampilan membuat pertanyaan berbobot dalam percakapan
coaching, selain itu, modul ini juga membahas tentang jalannya percakapan
coaching untuk membuat rencana aksi, coaching untuk melakukan refleksi,
coaching untuk memecahkan masalah dan coaching melakukan kolaborasi,
selanjutnya di forum diskusi eksplorasi kami saling melakukan pemantapan
pemahaman dengan berdiskusi antar CGP. Pada modul 2.3.a.5 yaitu ruang
kolaborasi saya berpasangan dengan Bu Asrima Dewi melakukan sebuah percakapan
coaching untuk benar-benar memberikan pengalaman coaching secara nyata dengan
teman sesama CGP, dan hasil percakapan divideokan
2. Feelings (Perasaan)
Saya sangat semangat
mengikuti aktivitas pembelajaran tentang coaching ini. Pada modul 2.3. ini,
Saya menjadi begitu penasaran di awalnya bagaimana menjadi coach yang baik, dan
kemudian merasa senang sekali karena semuanya terjawab di modul ini ditambah
dengan beberapa praktik langsung bersama para CGP membuat pemahaman baik
tentang modul 2.3 Dari hasil praktik saya merasa masih banyak kekurangan
sehingga merasa bersemangat untuk belajar lagi dan berusaha memahami tentang
coaching, bagaimana membuat pertanyaan berbobot, dan bagaimana bersikap sebagai
coach yang baik.
3. Findings
(Pembelajaran)
Informasi, pengetahuan
dan pengalaman baru pada modul 2.3. memberi saya banyak pengetahuan dan
pembelajaran yang banyak tentang bagaimana menjadi coaching yang baik dan
bagaimana melakukan supervisi akademik yang baik yang dapat membantu
pengembangan diri rekan sejawat. pada fase ini saya diajak untuk meninjau ulang
keseluruhan materi pembelajaran di Modul 2:yang pernah saya dapati mulai dari
konsep Ki Hajar Dewantara tentang tujuan pembelajaran, tentang peran dan nilai
guru penggerak, tentang pembelajaran berdiferensiasi yang berkaitan juga dengan
Pembelajaran Sosial dan Emosional yang semuanya berkaitan dengan coaching dan
supervisi akademik.
4. Future (Penerapan)
Sebagai seorang guru,
saya tentunya sering menjumpai banyak permasalahan di lapangan yang terkait
dengan potensi para murid dan mungkin rekan sejawat. permasalahan tersebut
seringkali menjadi salah satu penghambat kemajuan seseorang dalam mencapai
tujuannya, bahkan mereka bisa saja tidak sadar akan kemampuan dan kekuatan yang
mereka miliki untuk menyelesaikan permasalahannya. Oleh karena itu, coaching
sangat perlu dilakukan untuk bisa membantu mengatasi permasalahan tersebut.
Selanjutnya saya berharap praktik baik ini bisa dilakukan juga oleh rekan
sejawat lainnya. Sehingga semua mampu menjadi coach yang baik bagi muridnya dan
orang lain.
Jumat, 17 November 2023
Jurnal Dwi Mingguan Modul 2.2 Pembelajaran Sosial Emosional
Jurnal Refleksi Dwi Mingguan
Modul 2.2 “Pembelajaran Sosial Emosional”
AMELIA HAMIDA, S.Pd
CGP Angkatan 9-Kabupaten Pasaman Barat
Alhamdulillah pada kesempatan ini saya akan membuat jurnal refleksi dwi mingguan tentang modul 2.2 di LMS yang berkaitan dengan materi Pembelajaran Sosial Emosial. Jurnal ini merupakan tugas rutin yang harus dikerjakan setiap CGP yang berisi tentang hal-hal yang didapatkan dan dilakukan selama mempelajari modul ini. Sama seperti modul sebelumnya, jurnal ini menggunakan model 4 F (Facts, Feelings, findings and Future).
1. Facts (Peristiwa)
3 November 2023 kegiatan mempelajari modul 2.2 dimulai. Pengumuman dari Ibu Fasilitator yang baik hati di Wa Group menghimbau semua anggota CGP dalam kelas A.32 BGP Sumbar untuk mulai berselancar di LMS. Modul 2.2 berisi tentang pembelajaran sosial emosional. Dalam modul ini ada banyak materi yang sebenarnya secara tidak langsung sudah dilakukan namun tidak diketahui sebelumnya, jadi materi dalam modul ini adalah hal baru yang saya pelajari. Adapun materi baru yang saya pelajari dalam modul ini yaitu materi kerangka CASEL (kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggungjawab), pembelajaran sosial emosional berbasis mindfulness (kesadaran penuh), teknik STOP dan masih banyak lagi. Pembelajaran sosial emosional adalah pembelajaran yang dilaksanakan secara kolaboratif dengan seluruh warga sekolah. PSE membuat murid merasakan sosial emosional yang dirasakannya dan orang lain rasakan serta mampu memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Alur Belajar dalam modul ini juga sama dengan modul sebelumnya yaitu menggunakan alur belajar MERDEKA (Mulai dari diri, Eksplorasi konsep, Demonstrasi kontekstual, Elaborasi pemahaman, Koneksi antar materi dan Aksi nyata).
Untuk waktu pelaksanaan kegiatan
tersebut adalah sebagai
berikut:
v MULAI DARI DIRI
✳✅ 3 - 5 November 2023
Di sini saya mendapat tugas untuk melakukan refleksi diri terkait kompetensi sosial dan emosional. Ada tujuh pertanyaan yang harus saya jawab.
v Eksplorasi konsep
(mandiri dan forum
diskusi)
❇✅ 6 November 2023
Di bagian eksplorasi konsep, saya belajar di LMS tentang pembelajaran untuk sosial dan emosional. Saya mulai belajar tentang definsi pembelajaran sosial dan emosional. Selanjutnya saya belajar mengenai kompetensi sosial dan emosional, kesadaran penuh (mindfulness), dan implementasi pembelajaran sosial dan emosional di kelas dan sekolah. Adapun implementasi pembelajaran sosial dan emosional di kelas dan di sekolah dapat dilakukan dengan cara:
a. Pengajaran eksplisit
b. Integrasi dalam praktek mengajar guru dan kurikulum akademik
c. Menciptakan iklim kelas dan budaya sekolah
d. Penguatan kompetensi sosial dan emosional pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) di sekolah
Setelah itu saya, melakukan diskusi asinkron. Ada 5 kasus yang harus saya dan CGP lainnya tanggapi dalam diskusi asinkron ini.
v RUKOL
Ruang kolaborasi di modul 2.2. Pembelajaran Sosial dan Emosional ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah diskusi dengan anggota kelompok dan yang kedua adalah presentasi hasil diskusi tersebut. Semua itu dilakukan secara daring melalui Gmeet.
ΓΌ SESI 1
✳✅ 8 November 2023
ΓΌ RUKOL SESI 2
✳✅ 9 November 2023
v Demontrasi Kontekstual
✳✅ 10-13 November 2023
Di bagian ini saya mendapatkan tugas membuat RPP berbasis kompetensi sosial dan emosional.
v Elaborasi pemahaman
Di bagian ini, saya ditugasi untuk memberikan pertanyaan yang dapat menguatkan pemahaman saya tentang isi modul 2.2. Pembelajaran Sosial dan Emosional. Saya juga melakukan elaborasi pemahaman dengan instruktur melalui Gmeet pada hari Rabu. 15 November 2023 pada pukul 15.30 – 17.00 WIB. Instruktur yang memandu kegiatan elaborasi adalah Bapak Sudarno.
v Koneksi antar materi
✳✅ 14-15 November 2023
Di bagian koneksi antarmateri Modul 2.2 Pembelajaran Sosial dan Emosional, saya membuat melakukan refleksi pengetahuan sebelum, selama, dan sesudah mempelajari modul.
v Aksi nyata
✳✅ 16 November 2023
Aksi nyata berisi pemahaman saya tentang modul 2.2 yang diterapkan secara nyata. Di aksi nyata ini saya melakukan pembelajaran berbasis kompetensi sosial dan emosional.
Perasan atau pengalaman saya selama mempelajari modul pembelajaran emosional ini sangat senang dan bersemangat, namun ada juga sedikit pesimis atau tidak merasa mampu mengerjakan setiap tugas dalam modul ini dikarenakan berbagai faktor. Tapi alhamdulillah walau tersendat dan merangkak-rangkak setiap tugas bisa diselesaikan.
Pengalaman atau perasaan yang sangat begitu berat ketika rukol presentasi dimana tiba giliran saya akan presentasi, anak-anak saya pada banyak keinginan ini dan itu sehingganya presentasi saya dilanjutkan oleh teman. Namun setelah hak anak saya penuhi presentasi saya lanjutkan kembali.
Berikutnya pengalaman atau perasaan saat mengikuti Elaborasi pemahaman bersama instruktur Bapak Sudarno adalah merasa khawatir. Dimulai dari jaringan telkomsel yang hilang, lalu saya buru-buru beli paket internet kartu lain. Disaat elaborasi pun suara instruktur hamper saja tidak terdengar kalua tidak pakai handsfree dikarenakan hari hujan lebat. Pak Sudarno menjawab pertanyaan saya dengan baik sehingga ada hal yang harus saya ingat untuk melatih emosi saya pada anak sendiri.
Adapun perasaan senang yang saya rasakan adalah dalam mempelajari modul ini saya mulai memahami bahwa pembelajaran sosial emosional ini memberikan pengaruh terhadap proses belajar mengajar dan membawa dampak penting pada hasil belajar murid. Saya juga merasakan ada energi baru setelah melakukan treatmen STOP pada diri sendiri. Saya juga merasa tertantang untuk menerapkan PSE di kelas.
3. FINDINGS (Pembelajaran)
Setelah mempelajari lebih dalam tentang Pembelajaran Sosial Emosional, ada banyak hal bisa diambil dan digunakan dalam lingkungan sekolah . Saya menjadi lebih paham ternyata antara PSE dan keberhasilan hasil belajar seorang murid memiliki kaitan. Hal ini dikarenakan keberhasilan seorang murid tidak muluk ditentukan oleh materi yang bagus, metode dan strategi mengajar yang menarik, namun seorang guru juga harus memperhatikan kondisi sosial dan emosional murinya agar murid dapat belajar dengan merasa aman dan nyaman (Well-being). Hal ini dikarenakan jika belajar dalam kondisi Well-Being seorang murid akan mudah mengikuti dan memahami apa yang sedang dipelajarinya.
Pembelajaran yang saya dapatkan lainnya adalah melalui PSE dapat membantu saya memecahkan permasalahan yang timbul baik dalam kegiatan proses belajar di kelas, menjalin kolaborasi dengan rekan sejawat, maupun juga dalam permasalahan pribadi.
Pembelajaran lainnya yang saya dapatkan adalah melalui PSE murid menjadi bersikap lebih terbuka dalam mengekspresikan perasaannya dan orang-orang sekitarnya. Murid juga dapat menemukan solusi jika dihadapkan pada masalah tertentu. Dalam modul PSE ini pembelajaran yang saya dapatkan adalah adanya metode STOP. Dengan teknik ini saya bisa lebih fokus untuk melakukan hal merupakan suatu prioritas.
Pembelajaran lainnya dalam PSE yang saya dapatkan adalah melalui PSE saya bisa memanajemen diri dan waktu agar lebih efktif , efisien dan refektif baik itu dalam lingkungan kerja maupun lingkungan keluarga.
4. Future (Penerapan)
Setelah memahami materi dalam modul 2.2. tentang pembelajaran sosial dan emosional, saya akan merubah pola pikir/mainset tentang PSE yang sebelumnya jarang saya terapkan dan nantinya akan menerapkan pembelajaran berbasis KSE di sekolah. Tentunya dengan melakukan perencanaan yang matang, mulai dari pembuatan RPP/modul ajar, pembuatan/persiapan media, dan lain-lain. Selain itu saya juga akan melakukan sharing atau berbagi praktik baik baik dengan rekan guru atau teman sejawat di lingkungan sekolah maupun rekan guru dari sekolah lain.
Dokumentasi
Ekspresi Murid Ketika Penerapan PSE secara Eksplisit
Kegiatan Ruang Kolaborasi